Jumat, 28 Oktober 2016

perencanaan, persiapan, penerapan dan penlaian TQM

PERENCANAAN, PERSIAPAN DAN PENILAIAN TQM

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok dalam
Mata Kuliah TQM


Description: Description: 75
 








Disusunoleh :
Dede Fatchuroji
Didin Sahrudin

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI-A) / II
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2016



BAB I
PENDAHULUN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Penerapan TQM berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.
Sebelum hal itu tercapai, maka semua pihak yang terlibat dalam proses akademis, mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha, guru, siswa sampai dengan karyawan harus benar-benar mengerti hakekat dan tujuan pendidikan ini. Dengan kata lain, setiap individu yang terlibat harus memahami apa tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa pemahaman yang menyeluruh dari individu yang terlibat, tidak mungkin akan diterapkan TQM.
Dalam ajaran TQM, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai “stakeholders” yang terbesar, maka suara siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis langkah organisasi sekolah. Tanpa suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak-pihak tertentu yang seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan.
Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara siswa dengan guru, antara siswa dengan kepala sekolah, antara guru dan kepala sekolah, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga sekolah.
Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi sekolah, baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara internal, manajemen harus menyediakan informasi seluas-luasnya bagi warga sekolah. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah program-program, serta kondisi finansial.
Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem sekolah yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan sekolah itu sendiri.
Dengan demikian, penulis berusaha membahas tentang Persiapan, Perencanaan dan Manfa’at TQM

B.     Rumusan Masalah
Dalam hal ini penulis berusaha membatasi pembahasan sebagai berikut :
1.      Bagaimana proses perencanaan (TQM) dalam pendidikan?
2.      Bagaimana tahapan persiapan atau penerapan (TQM) dalam pendidikan?
3.      Bagaimana penilaian  (TQM) dalam pendidikan?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui proses perencanaan (TQM) dalam pendidikanUntuk
2.      mengetahui bagaimana tahapan persiapan atau penerapan (TQM) dalam pendidikan
3.      Untuk mengetahui bagaimana penilaian  (TQM) dalam pendidikan








BAB II
PERENCANAAN, PENERAPAN DAN PENILAIAN TQM
A.    Proses Perencanaan TQM dalam pendidikan.
Dalam penerapan total quality management pada pendidikan ada beberapa perencanaan yang harus diperhatikan sebagai berikut :
1.      Kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus datang dari atas.
Pemimpin sekolah harus menunjukkan komitmen yang kuat dan selalu memotivasi wakil kepala sekolah dan supervisor lainnya agar selalu berupaya keras dan serius.
2.      Menggembirakan pelanggan adalah tujuan TQM.
Hal ini dicapai dengan usaha yang terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, baik eksternal maupun internal. Kebutuhan pelanggan dapat diketahui dengan mengidentifikasi pandangan-pandangan mereka. Ada beberapa metode untuk melakukan hal tersebut dengan kuesioner atau dengan berbincang-bincang langsung dengan masyarakat.
3.      Menunjuk fasilitator mutu:
 Terlepas dari posisi individualnya dalam hirarki birokrasi, fasilitator mutu harus menyampaikan perkembangan mutu langsung kepada kepala sekolah. Tanggungjawab fasilitator adalah mempublikasikan program dan memimpin kelompok pengendali mutu dalam mengembangkan program mutu.
4.      Membentuk kelompok pengendali mutu.
Kelompok ini harus merepresentasikan perhatian-perhatian kunci dan merupakan representasi dari tim manajemen senior. Perannya adalah untuk mengarahkan dan mendorong proses peningkatan mutu. Ia adalah pengembangan ide sekaligus inisiator proyek.
5.      Menunjuk koordinator mutu.
Dalam setiap inisiatif dibutuhkan orang-orang yang memiliki waktu untuk melatih dan menasehati orang-orang lain. Koordinator mutu tidak mengerjakan seluruh proyek mutu. Perannya adalah untuk membantu dan membimbing tim dalam menemukan cara baru dalam menangani dan memecahkan masalah.
6.      Mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi program.
Manajemen senior akan sulit untuk terlibat dalam proses, kecuali jika mereka mendapatkan informasi yang cukup, baik dalam hal falsafah dan metode peningkatan mutu institusi. Sehingga tim menejemen senior harus mampu menurunkan pesan mutu ke tingkat bawah.
7.      Menganalisa dan mendiagnosis situasi yang ada.
Proses perencanaan ini tidak bisa diremehkan karena ia sangat menentukan seluruh proses mutu. Seluruh institusi perlu menjelaskan tentang di mana posisinya dan kemana arah yang hendak dituju.
8.      Menggunakan contoh-contoh yang sudah berkembang di tempat lain.
Ini bisa berupa adaptasi dari salah satu “guru” mutu, atau seorang tokoh pendidikan khusus atau mengadaptasi pola TQM yang diadopsi oleh institusi-institusi lain.
9.      Mempekerjakan konsultan eksternal.
Konsultan dapat digunakan dengan salah satu empat metode utama, pertama mereka dapat memberikan nasehat awal dan memberi petunjuk serta “merubah” tim manajemen senior. 
Kedua, adalah melatih. Ketiga, konsultan bisa menjadi kritikus hebat ketika mereka diajak untuk mempertanyakan kebijakan-kebijakan institusi. Keempat,konsultan bisa bermanfaat dalam menyusun audit formal, penilaian dan evaluasi.
10.  Memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf.
Pelatihan adalah tahap implementasi awal yang sangat penting agar staf mengetahui dasar-dasar TQM, karena mereka membutuhkan pengetahuan tentang beberapa alat kunci yang mencakup tim kerja, metode evaluasi, pemecahan masalah, dan teknik membuat keputusan. Untuk memperlancar program pelatihan, seorang manajemen senior harus terlibat langsung didalamnya.
11.  Mengkomunikasikan pesan mutu.
Strategi, relevansi dan keuntungan TQM harus dikomunikasikan secara efektif. Di sana dapat terjadi banyak kesalah-pahaman tentang tujuan mutu. Program jangka panjang harus dirancang secara jelas, atau memperjelas alasan penentuan program. Pengembangan staf, pelatihan dan pembangunan tim adalah sebagian dari cara yang efektif untuk mencapai program jangka panjang tersebut.
12.  Mengukur biaya mutu.
Pengukuran biaya mutu harus dilakukan untuk menyoroti upaya peningkatan mutu dan memberikan motivasi agar institusi terus berpegang pada program yang telah ditetapkan.
13.  Mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif.
Pendekatan ini memfokuskan diri pada pencapaian kesuksesan awal. Ia berfokus pada sesuatu yang harus ditingkatkan oleh institusi serta menyeleksi alat-alat yang tepat untuk menanganinya. Mengawali proses TQM dengan menangani masalah yang ada, dapat menghindarkan TQM dari kelumpuhan.
14.  Mengevaluasi program dalam interval yang teratur.
Review dan evaluasi teratur harus menjadi bagian yang integral dalam program.[1]
Dilihat dari pemaparan di atas, setiap kali akan menjalankan suatu proses TQM dalam sebuah lembaga, ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, seperti;
a.       Komitmen dari manajemen puncak.
b.      Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan.
c.       Organization-Wide Steering Committee.
d.      Perencanaan dan publikasi.[2]
Dengan diterapkannya persyaratan dalam implementasi TQM, diharapkan bisa sesuai dengan apa yang diharapkan.

B.     Tahapan Persiapan dan Penerapan MMT (TQM) dalam pendidikan.
Prosedur dalam mengimplementasikan TQM pada dasarnya menempuh tiga tahapan sebagai berikut :
a)      Persiapan.
Tahapan persiapan adalah aktivitas pertama dan utama yang harus dilakukan sebelum TQM dikembangkan dan dilaksanakan. Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah : membentuk tim, melaksanakan pelatihan TQM bagi tim. Merumuskan model atau sistem yang akan dikembangkan sebagai nama implementasi TQM, membuat kebijakan berkaitan dengan komitmen anggota organisasi untuk mendukung TQM, mengkomunikasikan kepada semua anggota organisasi berkaitan dengan adanya perubahan, melakukan analisis faktor pendukung dan penghambat organisasi, dan melakukan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan internal dan eksternal. Kesemua langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara sistematik dan sistematis dengan dukungan penuh pimpinan dan anggotanya. Fleksibilitas dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing lembaga pendidikan. Oleh karena itu, dalam tahapan persiapan memang memerlukan kemauan, perhatian, dan komitmen yang tinggi untuk mendukung tahapan berikutnya.

1.      Pengembangan system;
Berdasarkan tahapan persiapan, pengembangan sistem dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : peninjauan dan pengembangan model atau sistem yang ada melalui penyusunan dokumen sistem kualitas, melakukan pelatihan dan sosialisasi prosedur dan petunjuk kerja kepada tim inti maupun tim imbas secara tuntas, dan melakukan penyiapan akhir baik sumber daya manusia maupun non manusianya secara cermat dan akurat dalam rangka memasuki tahapan implementasi sistem kualitas.

2.      Implementasi sistem.
Tahapan implementasi sistem menunjuk pada langkah-langkah sebagai berikut : melaksanakan uji joba sistem jaminan kualitas dalam lingkup tertentu berdasarkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, and Adjust), anggota tim menginformasikan kepada pimpinan maupun steering commits berkaitan dengan uji coba sistem jaminan kualitas yang telah dilaksanakan secara rinci, tim mengumpulkan data dan informasi dari pelanggan (baik pelanggan internal maupun eksternal), melakukan tindakan koreksi dan pencegahan sesuai dengan harapan pelanggan, dan mendiskusikan/ melaksanakan rapat pimpinan dan pelaksana sistem jaminan kualitas berkaitan dengan seluruh program yang ada untuk menghasilkan atau membuat modikasi proses yang diharapkan secara terus menerus dan berkesinambungan. Kesemua tahapan tersebut harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Apabila salah satu tahapan maupun langkah bermasalah, hal tersebut akan berdampak pada tahapan maupun langkah berikutnya. Oleh karena itu, setiap ada masalah harus segera dicarikan solusi pemecahannya hingga tuntas.

Keberhasilan lembaga pendidikan sebagai organisasi dalam mencapai prestasi yang membanggakan tidaklah diperoleh dengan begitu saja, tetapi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukungnya. Factor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a.       Kehendak atau izin dari-Nya.
Allah SWT memiliki kekuasaan yang Maha Kuasa atas segala alam dan jagat raya ini, sehingga semua yang terjadi di dunia ini adalah karena kehendak-Nya. Oleh karena itu, keberhasilan organisasi harus diyakini sebagai kehendak-Nya. Organisasi tidak akan mencapai keberhasilan yang diinginkannya jika tidak karena mendapatkan izin dari-Nya.

b.      Sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah orang-orang yang terlibat atau terkait dengan penerapan sistem pada sebuah institusi. Mulai dari unsur pimpinan sampai dengan seluruh para pekerja atau bawahan. Keberhasilan lembaga pendidikan mencapai prestasi juga ditentukan oleh pemimpin dengan segala aspek kepemimpinannya.

c.       Sumber daya non manusia.
Sumber daya non manusia juga menjadi faktor penentu organisasi dalam mencapai keberhasilan dibidang kualitas. Sumber daya manusia yang dimaksudkan berupa sarana dan prasarana yang digunakan oleh sumber daya manusia yang ada dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui penggunaan sarana dan prasarana yang ada, semua aktivitas organisasi dapat ditopang secara lebih optimal.[3]

C.    Tahap Penilaian Mutu Pendidikan
menurut Hasan (2006); Mengukur adalah membandingkan sesuatau dengan ukuran tertentu (bersifat kuantitatif). Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk (bersifat kualitatif). Assesment adalah memperkirakan, menjajaki atau ingin mengetahui atau judgemen. Evaluasi meliputi mengukur, menilai dari assessment. Di dalam istilah asingnya pengukuran adalah measurement sedang penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai ( tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu ).[4] Sedangkan Menurnut Raiph Tyler ( dalam Arikunto, 2009 : 3 ) mengatakan bahwa “ evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana dalam hal apa dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas kemudian dikemukakan oleh Cronbach dan Stufflebeam bahwa proses evaluasi bukan sekadar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.[5]
Kualitas pendidikan tidak dapat dilepaskan dari prosedur evaluasi pendidikan. Artinya, bahwa untuk memperbaiki kualitas pendidikan haruslah diciptakan sistem evaluasi yang lebih baik. Sistem evaluasi (kegiatan pengukuran, pengujian/testing, penilaian, hingga kegiatan evaluasi) ini, selain prosedurnya yang harus sistematis, pelaksanaannya pun harus memiliki akuntabilitas yang tinggi, serta hasilnya diharapkan mendapatkan pengakuan (recognition) dari stakeholders pendidikan.
Fungsi Penilaian sebagai berikut:
1.      Quality Control (kualifikasi/standar  kompetensi minimal)
2.      Motivator (kondisi memaksa, penekanan)
3.       Public Accountability (info. ke publik, orang tua, stakholder)
4.      Selection (penjuru., seleksi, penempat, perkemb. kompetensi)
5.      Diagnostic (kelemahan, perbaikan, umpanbalik)
6.      Legitimation (pengakuan, sertifikasi, lisensi)
Tanpa menghasilkan lulusan yang bermutu, program pendidikan bukanlah suatu investasi SDM melainkan justru pemborosan baik dari segi beaya, tenaga dan waktu, serta akan menimbulkan masalah sosial.
Pendidikan yang berorentasi mutu meliputi:
1)      keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari  angka partisipasi murid tetapi lebih pada tingkat literasi yang dikuasai,
2)      sekolah tidak diukur dari menterengnya fasilitas fisik serta proses kurikuler yang dijalankan, melainkan dari kualitas dan kuantitas lulusannya.
3)      standardisasi kualitas lulusan secara nasional, adalah lebih penting dari pada standardisasi kurikulum dan sarananya.
4)      adanya kepedulian yang tinggi terhadap mutu, yang manifestasinya adalah dilakukannya manajemen mutu (quality control, quality assurance, and quality improvement).[6]
Prinsip penilaian
Sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, akuntabel.
Teknik dan instrumen penilaian
Oleh pendidik menggunakan teknik berupa tes/ulangan/ujian (tertulis, lisan praktik/kinerja), observasi (pengamatan), penugasan (proyek/produk/portofolio). Oleh satuan pendidikan menggunakan ujian sekolah. Oleh pemerintah menggunakan ujian nasional. Instrumen penilaian memenuhi syarat substansi, konstruksi, bahasa, prediksi, empirik, dan wajah.
Mekanisme dan prosedur penilaian
1.      Oleh pendidik. Guru melakukan penyusunan matrik hubungan antara  SK/KD, indikator, dan jenis penilaian. Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian. Melaksanakan tes/ulangan/ujian, pengamatan, penugasan. Mengelolah hasil penilaian. Memanfaatkan hasil penilaian. Melaporkan hasil penilaian.
2.      Oleh satuan pendidikan, yakni mengkoordinasikan ulangan tengan semester/akhir semester/kenaikan kelas; menentukan kriteria kenaikan kelas; menentukan nilai akhir bersama dewan guru; menyelenggarakan ujian sekolah; menentukan kelulusan; melaporkan hasil penilaian; menerbitkan SKHUN; dan menerbitkan ijazah.
3.      Oleh pemerintah, yakni merancang  pencapaian kompetensi lulusan (benchmarking competency) secara nasional pada mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi melalui UN; menganalisis hasil UN dan membuat peta ranking prov, kab/kota, sekolah, dan daya serap sekolah melalui hasil UN; menyampaikan hasil UN ke sekolah; menyusun kebijakan dlm rangka pembinaan dan pemberian bantuan pada satuan pendidikan untuk peningkatan mutu pendidikan.










  




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapai disimpulkan bahwa :
1.      Dalam rancangan, mempersiapkan sebuah proses dalam penerapan TQM pada pendidikan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sesuai dengan apa yang telah di jelaskan di atas, karena hal itu merupakan persyaratan dalam mengaplikasikan manajemen dalam dunia pendidikan.
2.      Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan,   ulangan   harian,   ulangan   tengah   semester,   ulangan   akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, (2009) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara.
Hasan, Bachtiar. (2006). Perencanaan Pengajaran Bidang Studi. Bandung; Pustaka Ramadhan.
Sallis, Edward ( 2010) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Jogjakarta :IRCI Sod.
Saodih, Nana, Sukmadinata, Ayi Novi Jami’at dan Ahman, (2006), Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah; Konsep, Prinsip dan Instrumen,Bandung: Refika Aditama.
Sinambela, Ida, 2010, Pengelolaan Mutu Terpadu, Jurnal FMIPA-UNJ: Jakarta
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana, (2003), Total Quality Managemen (Yogyakarta :TQM, ANDI OFFSET









[1]  Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, (Jogjakarta :IRCI Sod,2010) , hal     245 – 253
[2] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, , Total Quality Managemen (Yogyakarta :TQM, ANDI OFFSET, 2003) hal , 332 – 333.

[3]Ida Sinambela, Pengelolaan Mutu Terpadu,(Jakarta Jurnal: FMIPA-UNJ,2001), h.144
[4]Bachtiar Hasan, Perencanaan Pengajaran Bidang Studi. (Bandung; Pustaka Ramadhan. 2006), h. 57

[5]Suharsimi ArikuntoDasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.(Jakarta : Bumi Aksara. 2009), h. 110

[6] Nana Saodih Sukmadinata, Ayi Novi Jami’at dan Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah; Konsep, Prinsip dan Instrumen, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. 1, hal. 12-13.