Kamis, 27 Oktober 2016

makalah pendidikan islam pasca kemerdekaan, orde lama dan orde baru

PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu dalam
Mata Kuliah Pendidikan Islam Nusantara



Description: Description: 75
 








Disusunoleh :

Dede Fatchuroji

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI-A) / II
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2016



DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.    Latar Belakang................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................ 1
C.     Tujuan penulisan............................................................................... 1

BAB II PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN.............. 3
A.    Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan............................................ 3
B.     Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama........................................ 5
1.      Kebijakan Pemerintah Mengenai  Pendidikan  Islam  Pada  Masa  Orde Lama  9
C.     Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru........................................ 11
1.      Kebijakan Pemerintah Mengenai  Pendidikan  Islam  Pada  Masa  Orde baru    13
BAB III PENUUP..................................................................................... 17
A.       Kesimpulan.................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Sejarah dapat memberikan landasan atau titik tolak terjadinya berbagai peristiwa. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dan saling berpengaruh antar peristiwa di dalam sistem gerak dan perubahan. Oleh karena itu, sejarah memberikan landasan bagi kaum pelajar dan praktis kehidupan mengamati dan mengubah dunia, baik pada masa sekarang, maupun untuk masa-masa yang akan datang. Dengan mengetahui arti dan kaidah-kaidah peristiwa yang telah terjadi pada masa yang silam, maka manusia diharapkan akan mampu menempatkan diri serta menata lingkungannya dalam usaha menciptakan kehidupan yang lebih baik, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Dengan adanya beberapa kenyataan diatas, maka dengan mempelajari sejarah pendidikan, khususnya pendidikan Islam pada pasca kemerdekaan. Maka para pendidik serta Pembina pendidikan diharapkan akan memperoleh bahan-bahan pemikiran dan tindakan kearah usaha-usaha memajukan pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana keadaan pendidikan Islam pada masa orde lama ?
2.      Bagaimana keadaan pendidikan Islam pada masa orde baru?
3.      Bagaimana keadaan pendidikan Islam di Indonesia dan prospeknya dimasa depan?

C.   Tujuan Penulisan  

Adapun tujuan penulisan yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui serta menguraikan pola kebijakan pendidikan Islam pada awal kemerdekaan
2.      Untuk mengetahui tentang kebijakan pendidikan Islam pada masa orde lama.
3.      Untuk mengetahui tentang kebijakan pendidikan Islam pada masa orde baru.

































BAB II
PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN


A.    PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik disekolah Negeri maupun Swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan kepada lembaga tersebut seperti yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BNKP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa: Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapatkan perhatian dan bantuan berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan di dunia barat, sedikit banyak mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia, yaitu pesantren. Padahal diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda, justru sangat berbeda dalam sistem pengelolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda.  hal ini dapat di lihat dari terpecahnya dunia pendidikan.[1]
Dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat manusia. Kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan seseorang merupakan kegagalan bagi kehidupan bangsa. Sehingga pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. 
Sisi lain dari dunia pendidikan secara umum adalah pendidikan Islam yang memiliki karakter tersendiri baik dari sistem maupun komponen pendidikan Islam yang lainnya. pendidikan Islam mempunyai kontribusi yang positif bagi kemajuan bangsa Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya beragama Islam.
Pendidikan Islam di Indonesia mengalami pasang surut dalam masa perkembangannya terutama pada masa kemerdekaan. Hal ini dikarenakan Indonesia mengalami masa penjajahan oleh beberapa negara kolonial sebelumnya. Perkembangan Pendidikan Islam pada masa koloni Belanda saat itu mengalami banyak kesulitan. Hal ini disebabkan karena kebijakan-kebijakan Belanda yang membatasi Pendidikan Agama dan menitik beratkan pada sekolah-sekolah yang bermuatan umum saja.
Setelah Belanda hengkang, Indonesia kembali dijajah oleh Jepang yang keberadaannya membuat perubahan dalam masalah Pendidikan Islam. Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam ternyata lebih lunak sehingga ruang gerak Pendidikan Islam lebih berkembang dan bebas, dikarenakan Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama. Yang terpenting bagi Jepang adalah mereka ingin memenangkan perang dan kalau perlu para pemuka agama lebih diberikan keleluasaan dalam mengembangkan pendidikan. Namun ketika Perang Dunia II berlangsung, kedudukan Jepang semakin terjepit yang akhirnya Jepang mulai menekan dan menjalankan kekerasan terhadap rakyat Indonesia.Hal ini juga berakibat kepada Pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan dan kemunduran karena ketatnya pengaruh indoktrinasi serta disiplin mati akibat pendidikan militerisme fascisme Jepang. Namun demikian masih ada beberapa ibrah dibalik kekejaman Jepang tersebut diantaranya bahasa nasional Indonesia menjadi hidup dan berkembang secara luas di Indonesia, baik dalam pergaulan, bahasa pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah. Dengan begitu, aktivitas-aktivitas penerjemahan buku ilmiah kedalam bahasa Indonesia sangat pesat sehingga lahirlah guru-guru kreatif dan berkembang dalam mendidik generasi bangsa Indonesia.
Setelah Indonesia dapat melepaskan diri dari cengkeraman para penjajah, pemerintah Indonesia mulai memperbaiki seluruh elemen kehidupan terutama ranah pendidikan. Pada era kemerdekaan ini, pendidikan Islam mulai terlihat perkembangannya bahkan semakin pesat. Perkembangan pendidikan Islam pada masa kemerdakaan terbagi ke dalam dua periode yaitu orde lama dan orde baru.

B.     Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama
Meskipun Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya dan tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Untuk itu dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K). Dengan terbentuknya Kementrian Pendidikan tersebut maka diadakanlah berbagai usaha, terutama mengubah sistem pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.[2]
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk didalamnya pendidikan Islam, memang mengalami pasang surut dalam kurung waktu tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting dan tonggak sejarah sebagai pengingat.
Diantara beberapa peristiwa yang menjadi tonggak sejarah pendidikan Islam di Indonesia diantaranya adalah Madrasah dan Pesantren yang senantiasa terus berjalan dengan  didukung oleh kemampuan para pengasuh dan pendukungnya. Bahkan pada 22 Desember 1945, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengajarkan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran, sekurang-kurangnya diusahakan agar mengajar di musalla dan madrasah berjalan terus dan diperpesat.[3]
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 27 Desember 1945, BPKNIP menyarankan agar pendidikan Agama di sekolah dilaksanakan secara teratur, seksama dan mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Disarankan juga agar madrasah-madrasah dan  pondok  pesantren mendapat perhatian dan diberi bantuan material dari pemerintah karena kedua lembaga itu juga merupakan alat dan sumber pendidikan serta pencerdasaan rakyat jelata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Perekembangan pendidikan Islam setelah kemerdekaan sangat terkait dengan peran Kementerian Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946.
Lembaga secara inisiatif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan Agama.
Pendidikan Agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
a.       Di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama.
b.      Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Kementrian Agama juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1.    Pesantren klasik,  yaiut semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2.    Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3.    Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4.    Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5.    Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6.    Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas, pendidikan agama diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
Pada tahun 1950 ketika kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh wilayah Indonesia, kebijakan mengenaipendidikan Islam semakin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari departemen agama dan Mr. Hadi dari departemen P & K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951. Isi dari SKB dua menteri tersebut adalah :
a.       Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (SR).
b.      Di daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatra, Kalimantan dan lainnya), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
c.       Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d.      Pendidikan agama diberikan kepada siswa minimal 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali.
e.       Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Kaitannya dengan bidang pendidikan Agama, Zuhairini dkk, menuliskan tentang pernyataan panitia yang mengatakan bahwa :
a.       Hendaknya pelajaran Agama diberikan pada semua sekolah, dimulai dari sekolah Rakyat (SR) kelas 4.
b.      Agama disediakan oleh Kementrian Agama dibayar oleh pemerintah.
c.       Guru Agama diharuskan mempunyai pengetahuan umum dan untuk itu harus ada Pendidikan Guru Agama.
d.      Pondok Pasantren dan Madrasah harus dipertinggi mutunya.
e.       Tidak perlu berbahasa Arab.
Berdasarkan usulan tersebut, maka Pendidikan Agama dapat diberikan disekolah-sekolah Negeri, dengan syarat diminta sekurang-kurangnya 10 orang siswa. Pelaksanaan pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada Kementrian Agama. Setelah Departemen Agama (Depag) berdiri pada tanggal  3 Januari 1946, penyelenggaraan Pendidikan Agama pada sekolah-sekolah umum Negeri dan pengurusan sekolah-sekolah Agama berada dibawah tanggung jawab Depag. Di beberapa lembaga Pendidikan Madrasah dimasukan 7 materi pengajaran umum yaitu; membaca dan menulis huruf latin,berhitung, ilmu bumi, ilmu hayat, sejarah, bahasa Indonesia dan olah raga.
Upaya lain yang dilakukan Depag RI yaitu menetapkan Masyarakat Wajib Belajar (MWB), yang diperkenalkan pada tahun1958-1959. Tujuan MWB ini diarahkan kepada pengembangan jiwa bangsa, yaitu kemajuan di bidang ekonomi, industri dan transmigrasi dengan kurikulum yang menyelaraskan tiga perkembangan yaitu perkembangan otak, hati dan keterampilan tangan. Masa belajar ditetapkan 8 tahun dengan pertimbangan di harapkan agar anak berusia 15 tahun telah lulus dari MWB sesuai dengan aturan perburuhan. Ada satu hal penting yang berkaitan dengan perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah.
Mempelajari perkembangan madrasah terkait erat dengan peran Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan. Tentunya, tidak juga melupakan usaha-usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus. Dalam hal ini, Departemen Agama secara lebih tajam mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu madrasah.
Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-Undang No. 4 1950 tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah pasal 10 menyatakan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan Departemen Agama, sudah dianggap memenuhi kewajiban belajar. Untuk mendapat pengakuan dari Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit enam jam seminggu secara teratur disamping mata pelajaran umum.
Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat. Pada tahun 1954, madrasah yang terdaftar di seluruh Indonesia berjumlah 13.849 dengan rincian Madrasah Ibtidaiyah 1057 dengan jumlah murid 1.927.777 orang, Madrasah Tsanawiyah 776 buah dengan murid 87.932 orang, dan Madrasah Tsanawiyah Atas (Aliyah) berjumlah 16 buah dengan murid 1.881 orang.
Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa orde lama adalah berdirinya Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim IslamNegeri (PHIN) yang yang bertujuan untuk mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus ahli dalam bidang keagamaan.

1.      Kebijakan Pemerintah Mengenai  Pendidikan  Islam  Pada  Masa  Orde Lama
Khusus untuk mengelola pedidikan agama yang diberikan ke sekolah-seolah umum, maka pada bulan Desember 1946, dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan Pendidikan Agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta), yang berada di bawah kementrian PP dan K.
Selanjutnya Pendidikan Agama ini diatur secara khusus dalam
UU Nomor 4 Tahun 1950 pada Bab XII pasal 20, yaitu :
1.      Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah akan mengikuti pelajaran tersebut.
2.      Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang menetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Sementara itu pada Peraturan Bersama Mentri PP dan K dan Mentri Agama Nomor: 1432/kab.tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 Tanggal 20 januari 1951(Agama) diatur tentang Peraturan Pendidikan Agama di sekolah-sekolah yaitu:
a.       Pasal 1:Di tiap-tiap sekolah rendah maupun lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan Agama.
b.      Pasal 2: (1) Di sekolah-sekolah rendah pendidikan agama dimulai pada kelas 4, banyaknya 2 jam dalam satu minggu. (2) Di  Lingkungan yang istimewa, Pendidikan Agama dapat dimulai pada kelas 1, dan jamnya dapat ditambahkan menurut kebutuhan. Tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu., dengan ketentuan bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu tidak boleh dikurangi dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah dilain-lain lingkungan.
c.       Pasal 3: Disekolah-sekolah lanjutan tingkattan pertama dan sekolah dan tingkatan atas, baik sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2 jam pelajaran dalam tiap-tiap minggu.
d.      Pasal 4:(1). Pendidikan agam diberikan menurut agama murid masing-masing. (2) Pendidikan agama baru diberikan pada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya 10 orang, yang menganut suatu macam agama. (3) Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain daripada agama yang sedang diajarkan pada suatu waktu, boleh meninggalkan kelasnya selama pelajaran itu
Keadaan pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan pemerintah pada zaman Orde Lama. Pada akhir Orde Lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat Islam, di mana timbulnya minat yang   mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat ummat Islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementrian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1.         Pesantren  Indonesia  Klasik,  semacam  sekolah  swasta  keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah. Baik guru maupun muridnya, merupakan suatu masyarakat yang hidup serta bekerja sama, mengajarkan tanah milik pesantren agar dapat mmenuhi kebutuhan sendiri.
2.         Madrasah  Diniyah,  yaitu  sekolah-sekolah  yang  memberikan pengajaran  pada  murid sekolah  negeri  yag  berusia  7  sampai  20 tahun. Pelajaran berlangsung di dalam kelas, kira-kira 10 jam seminggu,   di   waktu   sore,   pada   Sekolah   Dasar   dan   Sekolah Menengah (4 tahun pada Sekolah Dasar dan 3 sampai 6 tahun pada Sekolah Menengah). Setelah menyelesaikan Pendidikan menengah negeri, murid-murid ini akan dapat diterima pada pendidikan agama tingkat akademi.
3.         Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern,  yang bersamaan dengan pengajaran agama juga dibrikan pelajaran umum. Biasanya tujuannya adalah menyediakan 60%-65% dari  jadwal  waktu  untuk  mata  pelajaran umum  ,dan  35%-450% untuk mata pelajaran agama.
4.         Madrasah  Ibtidaiyah  Negeri  (MIN),  yaitu  Sekolah  Dasar Negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2. Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN, atau (sekolah tambahan tahun ketujuh) murid-murid dapat mengikuti pendidikan ketrampilan, misalnya Pendidikan Guru Agama untuk Sekolah Dasar Negeri,setelahnya dapat diikuti latihan lanjutan dua tahun untuk menyelesaikan Kursus Guru Agama untuk Sekolah Menengah.
5.         Suatu percobaan baru telah di tambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri  (MIN) 6 tahun,  dengan menambahkan  kursus  selama dua tahun, yang memberikan latihan layang biasanya akan kembali ke kampungnya masing-masing.
6.         Pendidikan  Teologi  tertinggi,  pada  tingkat  Universitas  diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN, IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua fakultas di Yogyakarta dan dua Fakultas di Jakarta.[4]

C.    Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Hal ini didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam bidang pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dengan adanya keputusan tersebut keberadaan Pendidikan Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang luas untuk dijangkau setiap masyarakat.
Diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintahan Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan  dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum berstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemen madrasah oleh pemerintah.
Berkenaan denga hal itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan membentuk “SKB Tiga Menteri” (Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Dalam Negeri) pada tahun 1975 yang isinya berupa kesepakatan mengenai “peningkatan mutu pendidikan madrasah”, dan memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Madrasah tersebut meliputi tiga tingkatan, a). Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah  Dasar; b). Madrasah Tsanawiyah setingkat Sekolah Menengah Pertama; dan c). Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan.
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB Menteri P&K Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.
SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang Perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan adanya kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah umu dan madrasah.
Memasuki dekade 90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Dengan keluarnya UU No. 2 Tahun 1989, lembaga pendidikan agama memasuki era integrasi pendidikan ke dalam Sistem Pendidikan Nasional, dengan adanya kesamaan kurikulum yang dipakai oleh lembaga pendidikan umum dan agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam pada masa orde baru diarahkan sebagai upaya integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional.[5]

1.     Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Pengadaan Pendidikan Pada awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan Menteri Agama. Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukana pembaharuan adalah dikeluarkannya kebijakan Menteri Agama tahun 1967 sebagai respon terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegerikan sejumlah madrasah swasta disamping mendirikan madrasah-madrasah baru. Hal ini tampaknya di dorong oleh masyarakat yang cukup tinggi, yang pada satu sisi ingin mendalami ajaran Islam dan disisi lain berkeinginan untuk sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang sudah berstatus negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga dapat memiliki peluang dan juga kesempatan untuk duduk dan memegang jabatan pada instansi-instansi yang ada. Upaya strukturalisasi kurikulum dilakukan dengan memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tampaknya didorong oleh keinginana melahirkan output yang tidak hampa dari nilai-nilai religius. Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaanya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kibijakan berupa Keputusan Presiden Nomor 34 Tanggal 14 April Tahun 1972 tentang “Tanggung jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan”. Selanjutnya Kepres Nomor 34 Tahun 1972 ini dipertegas oleh Inpres Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan di kelola oleh departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendididkan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional.
Selain itu, dalam Pelita IV di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin di kembangkan. Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan social kemasyarakatan. Diusahakan   supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan agama Islam yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas Negeri.[6]
Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi kenyataan tersebut, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah. Dalam dekade 1970 madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor 34 tanggal 18  April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal :
1.    Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2.    Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri
3.    Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.[7]
Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan keputusan presiden No. 34 Tahun 1972 dan impres 1974, penyelenggraan pendidikan dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab MENDIKBUD.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk tercapainy acita-cita tersebut maka pemerintah dan rakyat Indonesia berusaha membangun dan mengembangkan pendidikan semaksimal mungkin. Meskipun Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang menghadapi revolusi fisik, pemerintah sudah berbenah diri, terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan menentukan, untuk itu dibentuklah kementrian-kementrian, pengajaran dan kebudayaan, dan kementrian tersebut maka diadakanlah berbagai usaha terutama mengubah sistem pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.
Pendidikan Islam menempati kedudukan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Hal ini mudah dimengerti karena bangsa Indonesia yang beragama tidak dapat melepaskan agamanya dari setiap aktivitas pendidikan yang dilakukannya. Secara komprehensip agama bagi bangsa Indonesia adalah “Generator” pembangkit listrik bagi pengisian aspirasi dan inspirasi bangsa. Agama juga merupakan alat pengembangan dan pengendalian bagi bangsa Indonesia yang sedang giat melaksanakan pembangunan disegala sektor-sektor.

DAFTAR PUSTAKA
Boland, BJ. (1985), Pergumulan Islam di Indonesia. Grafiti Pers, Jakarta.
Nizar,  Samsul, 2009. sejarah pendidikan islam. Jakarta :kencana prenada group.
Ramayulis, 2011, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia.






[1] Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam (Jakarta :kencana prenada group, 2009), h.298
[2] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,  (Jakarta : Kalam Mulia, 2011),  hal 347
[3] Ramayulis, ibid.,348
[4] BJ.Boland, Pergumulan Islam di Indonesia,Grafiti Pers, Jakarta, 1985, hal: 110
[5] Ibid., 122
[6]ibid, hal 9.
[7] ,ibid 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar