PENDIDIKAN
ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
individu dalam
Mata Kuliah Pendidikan Islam
Nusantara
Disusunoleh :
Dede Fatchuroji
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI-A)
/ II
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2016
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
1
A.
Latar
Belakang.................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................
1
C.
Tujuan
penulisan...............................................................................
1
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN..............
3
A.
Pendidikan
Islam Pasca Kemerdekaan............................................
3
B.
Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama........................................
5
1.
Kebijakan Pemerintah Mengenai Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Lama 9
C.
Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru........................................
11
1.
Kebijakan Pemerintah Mengenai Pendidikan
Islam Pada Masa Orde baru 13
BAB
III PENUUP.....................................................................................
17
A.
Kesimpulan....................................................................................
17
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah dapat memberikan landasan atau titik
tolak terjadinya berbagai peristiwa. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri,
melainkan selalu berhubungan dan saling berpengaruh antar peristiwa di dalam
sistem gerak dan perubahan. Oleh karena itu, sejarah memberikan landasan bagi
kaum pelajar dan praktis kehidupan mengamati dan mengubah dunia, baik pada masa
sekarang, maupun untuk masa-masa yang akan datang. Dengan mengetahui arti dan
kaidah-kaidah peristiwa yang telah terjadi pada masa yang silam, maka manusia
diharapkan akan mampu menempatkan diri serta menata lingkungannya dalam usaha
menciptakan kehidupan yang lebih baik, baik pada masa sekarang maupun pada masa
yang akan datang.
Dengan adanya beberapa kenyataan diatas, maka
dengan mempelajari sejarah pendidikan, khususnya pendidikan Islam pada pasca
kemerdekaan. Maka para pendidik serta Pembina pendidikan diharapkan akan
memperoleh bahan-bahan pemikiran dan tindakan kearah usaha-usaha memajukan
pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
keadaan pendidikan Islam pada masa orde lama ?
2. Bagaimana
keadaan pendidikan Islam pada masa orde baru?
3. Bagaimana
keadaan pendidikan Islam di Indonesia dan prospeknya dimasa depan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk
mengetahui serta menguraikan pola kebijakan pendidikan Islam pada awal
kemerdekaan
2. Untuk mengetahui
tentang kebijakan pendidikan Islam pada masa orde lama.
3. Untuk mengetahui
tentang kebijakan pendidikan Islam pada masa orde baru.
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
A.
PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat
perhatian serius dari pemerintah, baik disekolah Negeri maupun Swasta. Usaha
untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan kepada lembaga tersebut seperti
yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BNKP) tanggal 27
Desember 1945, yang menyebutkan bahwa: Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya
adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah
berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula
mendapatkan perhatian dan bantuan berupa tuntunan dan bantuan material dari
pemerintah.
Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut
sistem persekolahan di dunia barat, sedikit banyak mempengaruhi sistem
pendidikan di Indonesia, yaitu pesantren. Padahal diketahui bahwa
pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda, justru sangat berbeda dalam
sistem pengelolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda. hal ini dapat di lihat dari terpecahnya dunia
pendidikan.[1]
Dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam
mempersiapkan masa depan umat manusia. Kegagalan dunia pendidikan dalam
menyiapkan masa depan seseorang merupakan kegagalan bagi kehidupan bangsa.
Sehingga pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan perkembangan dan
kemajuan suatu bangsa.
Sisi lain dari dunia pendidikan secara umum adalah pendidikan Islam yang
memiliki karakter tersendiri baik dari sistem maupun komponen pendidikan Islam
yang lainnya. pendidikan Islam mempunyai kontribusi yang positif bagi kemajuan
bangsa Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya beragama Islam.
Pendidikan Islam di Indonesia mengalami pasang
surut dalam masa perkembangannya terutama pada masa kemerdekaan. Hal ini
dikarenakan Indonesia mengalami masa penjajahan oleh beberapa negara kolonial
sebelumnya. Perkembangan Pendidikan Islam pada masa koloni Belanda saat itu
mengalami banyak kesulitan. Hal ini disebabkan karena kebijakan-kebijakan
Belanda yang membatasi Pendidikan Agama dan menitik beratkan pada
sekolah-sekolah yang bermuatan umum saja.
Setelah Belanda hengkang, Indonesia kembali dijajah
oleh Jepang yang keberadaannya membuat perubahan dalam masalah Pendidikan
Islam. Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam ternyata lebih lunak sehingga
ruang gerak Pendidikan Islam lebih berkembang dan bebas, dikarenakan Jepang
tidak begitu menghiraukan kepentingan agama. Yang terpenting bagi Jepang adalah
mereka ingin memenangkan perang dan kalau perlu para pemuka agama lebih
diberikan keleluasaan dalam mengembangkan pendidikan. Namun ketika Perang Dunia
II berlangsung, kedudukan Jepang semakin terjepit yang akhirnya Jepang mulai
menekan dan menjalankan kekerasan terhadap rakyat Indonesia.Hal ini juga
berakibat kepada Pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan dan
kemunduran karena ketatnya pengaruh indoktrinasi serta disiplin mati akibat
pendidikan militerisme fascisme Jepang. Namun demikian masih ada
beberapa ibrah dibalik kekejaman Jepang tersebut diantaranya bahasa
nasional Indonesia menjadi hidup dan berkembang secara luas di Indonesia, baik
dalam pergaulan, bahasa pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah. Dengan begitu,
aktivitas-aktivitas penerjemahan buku ilmiah kedalam bahasa Indonesia sangat
pesat sehingga lahirlah guru-guru kreatif dan berkembang dalam mendidik
generasi bangsa Indonesia.
Setelah Indonesia dapat melepaskan diri dari
cengkeraman para penjajah, pemerintah Indonesia mulai memperbaiki seluruh elemen
kehidupan terutama ranah pendidikan. Pada era kemerdekaan ini, pendidikan Islam
mulai terlihat perkembangannya bahkan semakin pesat. Perkembangan pendidikan
Islam pada masa kemerdakaan terbagi ke dalam dua periode yaitu orde lama dan
orde baru.
B.
Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama
Meskipun
Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya dan tengah menghadapi revolusi
fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri terutama memperhatikan masalah
pendidikan yang dianggap cukup vital dalam menentukan kemajuan suatu bangsa.
Untuk itu dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K).
Dengan terbentuknya Kementrian Pendidikan tersebut maka diadakanlah berbagai
usaha, terutama mengubah sistem pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan
yang baru.[2]
Seirama
dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi
Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka kebijakan pendidikan di Indonesia
termasuk didalamnya pendidikan Islam, memang mengalami pasang surut dalam
kurung waktu tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting dan
tonggak sejarah sebagai pengingat.
Diantara
beberapa peristiwa yang menjadi tonggak sejarah pendidikan Islam di Indonesia
diantaranya adalah Madrasah dan Pesantren yang senantiasa terus berjalan dengan
didukung oleh kemampuan para pengasuh dan pendukungnya. Bahkan pada 22 Desember
1945, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengajarkan bahwa
dalam memajukan pendidikan dan pengajaran, sekurang-kurangnya diusahakan agar
mengajar di musalla dan madrasah berjalan terus dan diperpesat.[3]
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 27 Desember
1945, BPKNIP menyarankan agar pendidikan Agama di sekolah dilaksanakan secara
teratur, seksama dan mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Disarankan juga agar
madrasah-madrasah dan pondok pesantren mendapat perhatian dan
diberi bantuan material dari pemerintah karena kedua lembaga itu juga merupakan
alat dan sumber pendidikan serta pencerdasaan rakyat jelata bagi seluruh
masyarakat Indonesia.
Perekembangan
pendidikan Islam setelah kemerdekaan sangat terkait dengan peran Kementerian
Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946.
Lembaga
secara inisiatif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Secara
lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurusi
masalah pendidikan Agama.
Pendidikan Agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab
XII Pasal 20, yaitu :
a. Di sekolah-sekolah negeri
diadakan pelajaran agama.
b.
Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan,
bersama-sama dengan Menteri Agama.
Kementrian Agama juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan
yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta
pengajaran Islam sebagai berikut :
1. Pesantren klasik, yaiut
semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin
memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada
pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2.
Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan
bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3.
Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang
bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4.
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di
mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5.
Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan
latihan ketrampilan sederhana.
6.
Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas, pendidikan
agama diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian
/ dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
Pada tahun 1950 ketika kedaulatan Indonesia telah
pulih untuk seluruh wilayah Indonesia, kebijakan mengenaipendidikan Islam
semakin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh
Prof. Mahmud Yunus dari departemen agama dan Mr. Hadi dari departemen P &
K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951.
Isi dari SKB dua menteri tersebut adalah :
a. Pendidikan
agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (SR).
b.
Di daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya
di Sumatra, Kalimantan dan lainnya), maka pendidikan agama diberikan mulai
kelas I SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang
dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas
IV.
c.
Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat
atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d.
Pendidikan agama diberikan kepada siswa minimal 10
orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali.
e.
Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan
materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Kaitannya dengan bidang pendidikan Agama, Zuhairini
dkk, menuliskan tentang pernyataan panitia yang mengatakan bahwa :
a.
Hendaknya pelajaran Agama diberikan pada semua
sekolah, dimulai dari sekolah Rakyat (SR) kelas 4.
b.
Agama disediakan oleh Kementrian Agama dibayar oleh
pemerintah.
c.
Guru Agama diharuskan mempunyai pengetahuan umum
dan untuk itu harus ada Pendidikan Guru Agama.
d.
Pondok Pasantren dan Madrasah harus dipertinggi
mutunya.
e.
Tidak perlu berbahasa Arab.
Berdasarkan usulan tersebut, maka Pendidikan Agama
dapat diberikan disekolah-sekolah Negeri, dengan syarat diminta
sekurang-kurangnya 10 orang siswa. Pelaksanaan pendidikan sepenuhnya diserahkan
kepada Kementrian Agama. Setelah Departemen Agama (Depag) berdiri pada tanggal
3 Januari 1946, penyelenggaraan Pendidikan Agama pada sekolah-sekolah
umum Negeri dan pengurusan sekolah-sekolah Agama berada dibawah tanggung jawab
Depag. Di beberapa lembaga Pendidikan Madrasah dimasukan 7 materi pengajaran
umum yaitu; membaca dan menulis huruf latin,berhitung, ilmu bumi, ilmu hayat,
sejarah, bahasa Indonesia dan olah raga.
Upaya lain yang dilakukan Depag RI yaitu menetapkan
Masyarakat Wajib Belajar (MWB), yang diperkenalkan pada tahun1958-1959. Tujuan
MWB ini diarahkan kepada pengembangan jiwa bangsa, yaitu kemajuan di bidang
ekonomi, industri dan transmigrasi dengan kurikulum yang menyelaraskan tiga
perkembangan yaitu perkembangan otak, hati dan keterampilan tangan. Masa
belajar ditetapkan 8 tahun dengan pertimbangan di harapkan agar anak berusia 15
tahun telah lulus dari MWB sesuai dengan aturan perburuhan. Ada satu hal
penting yang berkaitan dengan perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama
yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah.
Mempelajari perkembangan madrasah terkait erat
dengan peran Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat mengangkat
posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan
pengambil kebijakan. Tentunya, tidak juga melupakan usaha-usaha keras yang
sudah dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari dan
Mahmud Yunus. Dalam hal ini, Departemen Agama secara lebih tajam mengembangkan
program-program perluasan dan peningkatan mutu madrasah.
Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan
diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-Undang No. 4 1950
tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah pasal 10 menyatakan
bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan Departemen Agama,
sudah dianggap memenuhi kewajiban belajar. Untuk mendapat pengakuan dari Departemen
Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok
paling sedikit enam jam seminggu secara teratur disamping mata pelajaran umum.
Dengan persyaratan tersebut, diadakan
pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat. Pada tahun 1954, madrasah yang
terdaftar di seluruh Indonesia berjumlah 13.849 dengan rincian Madrasah
Ibtidaiyah 1057 dengan jumlah murid 1.927.777 orang, Madrasah Tsanawiyah 776
buah dengan murid 87.932 orang, dan Madrasah Tsanawiyah Atas (Aliyah) berjumlah
16 buah dengan murid 1.881 orang.
Perkembangan
madrasah yang cukup penting pada masa orde lama adalah berdirinya Pendidikan
Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim IslamNegeri (PHIN) yang yang bertujuan untuk
mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus
ahli dalam bidang keagamaan.
1. Kebijakan Pemerintah Mengenai Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Lama
Khusus untuk
mengelola pedidikan agama yang diberikan ke sekolah-seolah umum, maka pada
bulan Desember 1946, dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) antara
Menteri PP dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan Pendidikan
Agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta), yang berada di bawah
kementrian PP dan K.
Selanjutnya
Pendidikan Agama ini diatur secara khusus dalam
UU Nomor 4 Tahun 1950 pada Bab XII pasal 20, yaitu :
UU Nomor 4 Tahun 1950 pada Bab XII pasal 20, yaitu :
1.
Dalam
sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan
apakah akan mengikuti pelajaran tersebut.
2.
Cara penyelenggaraan
pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang
menetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama
dengan Menteri Agama.
Sementara itu
pada Peraturan Bersama Mentri PP dan K dan Mentri Agama Nomor: 1432/kab.tanggal
20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 Tanggal 20 januari 1951(Agama)
diatur tentang Peraturan Pendidikan Agama di sekolah-sekolah yaitu:
a.
Pasal 1:Di
tiap-tiap sekolah rendah maupun lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan
Agama.
b.
Pasal 2: (1) Di
sekolah-sekolah rendah pendidikan agama dimulai pada kelas 4, banyaknya 2 jam
dalam satu minggu.
(2) Di Lingkungan yang istimewa,
Pendidikan Agama dapat dimulai pada kelas 1, dan jamnya dapat ditambahkan
menurut kebutuhan. Tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu., dengan ketentuan
bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu tidak boleh
dikurangi dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah dilain-lain lingkungan.
c.
Pasal 3: Disekolah-sekolah
lanjutan tingkattan pertama dan sekolah dan tingkatan atas, baik
sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2
jam pelajaran dalam tiap-tiap minggu.
d.
Pasal 4:(1). Pendidikan
agam diberikan menurut agama murid masing-masing. (2)
Pendidikan
agama baru diberikan pada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya
10 orang, yang menganut suatu macam agama. (3)
Murid dalam
suatu kelas yang memeluk agama lain daripada agama yang sedang diajarkan pada
suatu waktu, boleh meninggalkan kelasnya selama pelajaran itu
Keadaan
pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan pemerintah pada zaman Orde Lama.
Pada akhir Orde Lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat Islam,
di mana timbulnya minat yang mendalam terhadap masalah-masalah
pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat ummat Islam, sehingga sejumlah
organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementrian Agama telah
mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan
menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1.
Pesantren
Indonesia Klasik, semacam sekolah swasta
keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan
pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan
serta pelaksanaan ibadah. Baik guru maupun muridnya, merupakan suatu masyarakat
yang hidup serta bekerja sama, mengajarkan tanah milik pesantren agar dapat
mmenuhi kebutuhan sendiri.
2.
Madrasah
Diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan
pengajaran pada murid sekolah negeri yag berusia
7 sampai 20 tahun. Pelajaran berlangsung di dalam kelas,
kira-kira 10 jam seminggu, di waktu sore, pada
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (4 tahun pada Sekolah
Dasar dan 3 sampai 6 tahun pada Sekolah Menengah). Setelah menyelesaikan
Pendidikan menengah negeri, murid-murid ini akan dapat diterima pada pendidikan
agama tingkat akademi.
3.
Madrasah-madrasah
swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan
dengan pengajaran agama juga dibrikan pelajaran umum. Biasanya tujuannya adalah
menyediakan 60%-65% dari jadwal waktu untuk mata
pelajaran umum ,dan 35%-450% untuk mata pelajaran agama.
4.
Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu Sekolah
Dasar Negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN, atau (sekolah tambahan tahun
ketujuh) murid-murid dapat mengikuti pendidikan ketrampilan, misalnya
Pendidikan Guru Agama untuk Sekolah Dasar Negeri,setelahnya dapat diikuti
latihan lanjutan dua tahun untuk menyelesaikan Kursus Guru Agama untuk Sekolah
Menengah.
5.
Suatu percobaan
baru telah di tambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun,
dengan menambahkan kursus selama dua tahun, yang memberikan
latihan layang biasanya akan kembali ke kampungnya masing-masing.
6.
Pendidikan
Teologi tertinggi, pada tingkat Universitas
diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN, IAIN ini dimulai dengan dua bagian
atau dua fakultas di Yogyakarta dan dua Fakultas di Jakarta.[4]
C. Pendidikan Islam pada Masa
Orde Baru
Sejak
tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia baik itu
menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Hal ini didukung dengan
adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam bidang pendidikan
agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib mulai dari sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Dengan adanya keputusan tersebut keberadaan
Pendidikan Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang luas untuk dijangkau
setiap masyarakat.
Diakui bahwa
kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah
di Indonesia bersifat positif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an
sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintahan Orde Baru, lembaga pendidikan
(madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan
peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal-awal
masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan
dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Madrasah belum dipandang sebagai bagian
dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom
di bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum
didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum
berstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya
manajemen madrasah oleh pemerintah.
Berkenaan denga
hal itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan membentuk “SKB Tiga Menteri”
(Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian
Dalam Negeri) pada tahun 1975 yang isinya berupa kesepakatan mengenai
“peningkatan mutu pendidikan madrasah”, dan memuat beberapa ketentuan yang
meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini
yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata
pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan
sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Madrasah
tersebut meliputi tiga tingkatan, a). Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar; b). Madrasah Tsanawiyah setingkat Sekolah Menengah Pertama; dan c). Madrasah
Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Dalam pengelolaan dan pembinaan
pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina
madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan.
Setelah SKB
Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB
Menteri P&K Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984,
tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang
isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan
ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.
SKB 2 Menteri
dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang Perlunya Penyesuaian Sistem
Pendidikan sejalan dengan adanya kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara
lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara
berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah umu dan
madrasah.
Memasuki dekade
90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh
untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Dengan keluarnya UU
No. 2 Tahun 1989, lembaga pendidikan agama memasuki era integrasi pendidikan ke
dalam Sistem Pendidikan Nasional, dengan adanya kesamaan kurikulum yang dipakai
oleh lembaga pendidikan umum dan agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam pada masa
orde baru diarahkan sebagai upaya integrasi pendidikan Islam dalam sistem
pendidikan nasional.[5]
1.
Kebijakan
Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Pengadaan Pendidikan
Pada awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat
melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum
dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, tetapi baru bersifat
lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan Menteri Agama. Menghadapi
kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukana pembaharuan adalah
dikeluarkannya kebijakan Menteri Agama tahun 1967 sebagai respon terhadap TAP
MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi
madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegerikan sejumlah madrasah swasta
disamping mendirikan madrasah-madrasah baru. Hal ini tampaknya di dorong oleh
masyarakat yang cukup tinggi, yang pada satu sisi ingin mendalami ajaran Islam
dan disisi lain berkeinginan untuk sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang
sudah berstatus negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga
dapat memiliki peluang dan juga kesempatan untuk duduk dan memegang jabatan
pada instansi-instansi yang ada. Upaya strukturalisasi kurikulum dilakukan
dengan memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah mulai dari
pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tampaknya didorong oleh keinginana
melahirkan output yang tidak hampa dari nilai-nilai religius. Dalam dekade
1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaanya, namun di
awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk
mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat
dengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kibijakan
berupa Keputusan Presiden Nomor 34 Tanggal 14 April Tahun 1972 tentang
“Tanggung jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan”. Selanjutnya Kepres Nomor 34
Tahun 1972 ini dipertegas oleh Inpres Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur
operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama
merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan
keagamaan di kelola oleh departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS
Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendididkan otonom di bawah pengawasan
Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan
pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga
bersifat kejuruan. Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11
Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke
presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa
konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional.
Selain itu,
dalam Pelita IV di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
makin di kembangkan. Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan,
maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus
semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan social
kemasyarakatan. Diusahakan supaya terus
bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan
dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan
agama Islam yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari Sekolah Dasar
sampai dengan Universitas Negeri.[6]
Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan
konstruktif. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka
pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan
tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama.
Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah
pengawasan menteri agama.
Menghadapi kenyataan tersebut, langkah pertama
dalam melakukan pembaruan ini adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967
sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan
formalisasi dan strukturisasi Madrasah. Dalam dekade 1970 madrasah terus
dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970,
justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari
bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di
tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden
nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972
tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini
mencakup tiga hal :
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas
pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan
latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri
3. Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas
pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.[7]
Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu
unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola
oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960
adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama”. Dari
ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja
bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan keputusan
presiden No. 34 Tahun 1972 dan impres 1974, penyelenggraan pendidikan dan
kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab MENDIKBUD.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah
satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
tercapainy acita-cita tersebut maka pemerintah dan rakyat Indonesia berusaha
membangun dan mengembangkan pendidikan semaksimal mungkin. Meskipun Indonesia
baru memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang menghadapi revolusi fisik,
pemerintah sudah berbenah diri, terutama memperhatikan masalah pendidikan yang
dianggap cukup vital dan menentukan, untuk itu dibentuklah
kementrian-kementrian, pengajaran dan kebudayaan, dan kementrian tersebut maka
diadakanlah berbagai usaha terutama mengubah sistem pendidikan dan
menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.
Pendidikan Islam menempati kedudukan yang
sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan manusia seutuhnya.
Hal ini mudah dimengerti karena bangsa Indonesia yang beragama tidak dapat
melepaskan agamanya dari setiap aktivitas pendidikan yang dilakukannya. Secara
komprehensip agama bagi bangsa Indonesia adalah “Generator” pembangkit listrik
bagi pengisian aspirasi dan inspirasi bangsa. Agama juga merupakan alat
pengembangan dan pengendalian bagi bangsa Indonesia yang sedang giat
melaksanakan pembangunan disegala sektor-sektor.
DAFTAR PUSTAKA
Boland, BJ. (1985), Pergumulan Islam di Indonesia. Grafiti Pers, Jakarta.
Nizar, Samsul, 2009. sejarah pendidikan islam.
Jakarta :kencana prenada group.
Ramayulis, 2011, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar